cover
Contact Name
Dr. Masturin, M.Ag
Contact Email
masturin@stainkudus.ac.id
Phone
+628122532397
Journal Mail Official
konselingreligi@stainkudus.ac.id
Editorial Address
Jl. Conge Ngembalrejo Bae Kudus Po Box. 51
Location
Kab. kudus,
Jawa tengah
INDONESIA
KONSELING RELIGI
ISSN : 19077238     EISSN : 24772100     DOI : http://dx.doi.org/10.21043/kr
KONSELING RELIGI Jurnal Bimbingan Konseling Islam(ISSN 1907-7238; E-ISSN 2477-2100) accredited B Ministry of Research, Technology and Higher Education No. 36a / E / KPT / 2016 dated 23 May 2016, is an academic journal that emphasizes on actual issues related to Islamic guidance and counseling. Journal of Counseling Religi Journal of Islamic Counseling Guidance is published twice a year (once every six months, issued in June and December) by the Program Studi Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus. SK ISSN was published on July 31, 2006 and is valid since the first Journal of Vol.1, No 1, June 2010. The editors receive contributions from experts to submit their thoughts related to da'wah, guidance, counseling.
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI" : 20 Documents clear
Komunikasi Konseling Peka Budaya dan Agama Nurlatifah, Andar Ifazatul
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1849

Abstract

AbstraksKonselor membutuhkan keterampilan komunikasi konseling dalam menjalankan layanan konseling agar tercipta hubungan baik antara konselor dan konseli dalam lingkup budaya dan agamanya masing-masing. Tulisan ini bertujuan untuk menilik kelekatan aspek budaya dan agama dalam komunikasi konseling, meliputi (1) urgensi komunikasi konseling yang peka budaya dan agama ditinjau dari teori komunikasi, (2) faktor dan hambatan yang muncul akibat aspek budaya dan agama, (3) dan implementasi kepekaan aspek budaya dan  agama dalam komunikasi konseling yang tercermin melalui keterampilan pengamatan dan mendengarkan secara aktif. Tulisan disusun melalui studi literatur terkait tema tersebut. Hasilnya nampak bahwa komunikasi konseling yang peka terhadap aspek budaya dan agama menjadi suatu keniscayaan mengingat konselor dan konseli tidak dapat dilepaskan dari latar budaya dan agama yang melingkupinya. Melalui kepekaan terhadap aspek budaya dan agama, konselor mampu mewaspadai bias dan hambatan yang mungkin ditimbulkan aspek tersebut. Dengan demikian, konselor mampu menyelami, memahami, dan berempati kepada konseli dalam rangka menyelenggarakan konseling secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan, prinsip, dan azaz bimbingan dan konseling.AbstractSENSITIVE COUNSELLING COMMUNICATION CULTURE AND RELIGION. Counselors need counseling communication skills in order to build rapport between the counselor and counselee. This article is a literature study to discuss the importance of cultural and religious sensitivity in counseling communication through communication theories, kinds of factors and barriers that may occur due to cultural and religious aspects, and the implementation of cultural and religious sensitivity through observation skills and active listening skills in counseling communication. The result is apparent that cultural and religious sensitivity become a necessity in communication counseling. Counselors’ cultural and religious-sensitiveness through counselee’s verbal and nonverbal signs help counselors in gathering accurate information about counselee’s internal frame of references, worldviews, and values. Furthermore, counselors would be aware of the biases that may occur due to cultural and religious differences. Thus, the counselor will be able to held counseling effectively and efficiently in accordance with the purposes, principles, and values in guidance and counseling.. 
EFEKTIVITAS TEKNIK KONSELING DENGAN MENULIS JURNAL BELAJAR DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR (PERSPEKTIF KONSELING LINTAS BUDAYA) zaduqisti, esti
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1675

Abstract

AbstrakMenulis Jurnal Belajar (Writing learning journal) dalam teknik konseling termasuk dalam salah satu media yang dapat membantu peserta didik meningkatkan kemandirian dalam belajarnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental dengan rancangan true experiment pretest-posttest control group design. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik analisis wilcoxon signed-rank non-parametric test dan wilcoxon signed-rank non-parametric test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang berbunyi “kemandirian belajar mahasiswa setelah diberi perlakuan (posttest) dalam kelompok eksperimen, lebih tinggi daripada kemandirian belajar mahasiswa sebelum diberi perlakuan (pretest)” berhasil secara signifikan terbukti. Tidak seperti pada hipotesis yang pertama, hipotesis kedua, dan ketiga dalam penelitian ini, ternyata tidak secara signifikan terbukti. Analisis hasil yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori-teori yang dikembangkan terkait wrtiting learning journal (menulis jurnal belajar), teknik konseling Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT), self regulated learning (kemandirian belajar), dan konseling lintas budaya.AbstractTHE EFFECTIVENESS OF WRITING-LEARNING JOURNAL COUNSELLING IN ENHANCING SELF-REGULATED LEARNING (THE PERSPECTIVE OF CROSS-CULTURAL COUNSELLING). Counselling by means of writing learning journal is a medium through which to help students enhance their self-regulated learning. The current research tested this idea using true experiment pretest-posttest control group design. Hypotheses in the current research were examined on the basis of wilcoxon signed-rank non-parametric test and wilcoxon signed-rank non-parametric test. The results supported the first hypothesis stating that “in the experimental group, students’ post-test self-regulated learning were significantly higher than students’ pre-test self-regulated learning. However, the second hypothesis and third hypothesis in the current research were unsupported. Theoretical and practical implications of the current research  were discussed through the lens of theories on  writing-learning journal, a counselling technique of rational emotive behavioral therapy, self regulated learning, and cross-cultural counseling.
BIMBINGAN KONSELING AGAMA DENGAN PENDEKATAN BUDAYA (MEMBENTUK RESILIENSI REMAJA) farida, farida
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1701

Abstract

AbstrakRemaja merupakan fase kehidupan yang menarik untuk dikaji, tentang perubahan: fisiknya yang cepat, ketidaknyamanan karena fungsi yang berubah-ubah “satu sisi masih dianggap kecil namun sisi lain dianggap sudah besar”, keinginan untuk “terlepas ikatan” dengan orang tua untuk tergabung dalam sebuah peer group, rasa penasaran terhadap perintah-perintah agama. Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya remaja memiliki masalah, sehingga perilakunya aneh dan merasa berbeda dengan lingkungan sekitar. Belum lagi tuntutan budaya, yang menyebabkan remaja semakin sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan. Oleh karenanya, dengan bimbingan konseling agama menumbuhkan kesadaran baru bahwa kondisi perubahan pada diri remaja adalah hal yang normal dan tetap beraktivitas dengan semangat untuk mengoptimalkan daya-daya yang dimiliki (biologis, psikologis, sosial, spiritual) untuk berpretasi meneruskan cita-cita keluarga dan negara. Sehingga membantu remaja untuk memiliki sikap lentur (resiliensi) agar mampu beradaptasi di beragam lingkungan budaya untuk menjadi generasi penerus yang berkualitas dengan berbagai prestasi yang membanggakan di bidang kemampuan biologis, rasa percaya diri, keberfungsian sosial dan sempurna dengan melaksanakan perintah agama sesuai dengan keyakinannya.  AbstractGUIDANCE COUNSELING RELIGION WITH CULTURAL APPROACH (FORM THE RESILIENCE OF TEENAGERS). Teenagers is a phase of life that is interesting to examined, about changes: sions which quickly, inconvenience because the functions to change "one side is still considered small but the other side is considered to have great", the desire for "free" ties with the parents to joined in a peer group, taste curious about the commandments of religion. The condition causes many teenagers have a problem, so that their behavior strange and feel different with the environment. Yet the demands of culture, which cause adolescents are increasingly difficult to adapt with the environment. Therefore, with guidance counseling religion grow new awareness that conditions change on themselves adolescents it is normal and remains active with the spirit to optimize the power that power belongs to biological (, psychological, social, spiritual) to berpretasi forward the ideals of the family and the state. So helping teens to have a flexible attitude (resilience) to be able to adapt in a variety of cultural environments to become the next generation of quality with a variety of excellent achievement in the field of biological capabilities, confidence social keberfungsian and perfect with fulfilling the commands of religion in accordance with confidence. 
KONSELING LINTAS BUDAYA MENUJU KEMANDIRIAN KARAKTER PESERTA DIDIK Rakhmawati, Istina
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1850

Abstract

AbstrakSekolah adalah salah satu tempat tumbuh berkembangnya peserta didik dalam perkembangan hidupnya. Hampir separuh dari hari-hari semasa usia sekolah, mereka habiskan di sekolah. Sebagian peserta didik yang pergi ke sekolah dan masuk ruang kelas melalui berbagai perjuangan, mulai dari memahami pelajaran yang diberikan oleh guru pada hari itu, sampai bersosialisasi dengan teman-teman sebaya maupun lintas budaya atau budaya hidup sehari-hari. Setiap peserta didik diusia sekolah harus berjuang untuk mengelola emosi, perilaku dan permasalahan di rumah agar ia mampu menjalani harinya dengan baik di sekolah. Kondisi semacam ini membawa dampak timbal balik baik bagi sekolah, maupun peserta didik serta orang tua mereka. Oleh karena itu, tidak jarang hal ini membawa dampak yang tidak menyenangkan seperti ketertinggalan pelajaran, maupun keterlambatan penyesuaian diri dan pengelolaan emosi.Sekolah menjadi salah satu lingkungan terdekat, atau menjadi mikrosistem dari peserta didik. Pada mikrosistem inilah seorang individu berinteraksi langsung dengan agen-agen sosial, yaitu dengan teman sebaya atau guru. Kisah-kisah sukses peserta  yang berprestasi di sekolah membawa nama harum nama sekolah dalam berbagai kompetisi baik di dalam maupun di luar negeri juga tidak sedikit. Hal ini menggambarkan bahwa ada lingkungan sosial yang kondusif walaupun berbeda watak dan karakter lintas budaya tidak lain hanyalah untuk pengembangan prestasi peserta didik tersebut. Secara umum kondisi ini menggambarkan dua sisi yang kontradiktif dari dunia persekolahan kita. Di satu sisi, sekolah dapat menjadi lingkungan yang suportif bagi perkembangan anak dan remaja, di mana pengembangan dan aktualisasi potensi siswa dapat optimal. Namun di sisi lain sekolah dapat menjadi lingkungan yang justru menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada peserta didik yang menjadi siswa. Kata Kunci : Konseling Lintas Budaya, Kemandirian Karakter, Peserta DidikAbstractCROSS CULTURAL COUNSELLING TOWARD INDEPENDENCE STUDENTS CHARACTERS. School is one of the growing development of learners in the development of his life. Nearly half of the days during the school age, they spend in schools. Some of the students that go to school and go into the classrooms through various struggle, start from understanding the lesson given by the teacher on that day, to socialize with peers and cross-cultural or culture of everyday life. Each of the learners at the school must strive to manage emotions and behavior and the problems in the house so that he is able to live the day with either in schools. Such a condition is brought the impact of reciprocity is good for schools and learners and their parents. Therefore, not rarely this brought the impact that is not enjoyable as our outdated lessons, or delays in the adjustment of themselves and the management of emotions.schools to become one of the closest environment, or become mikrosistem from learners. On an individual is mikrosistem interact directly with the social agents, namely with peers or teachers. The story of the success stories of participants who have achievement in schools bring perfume name school name in various competitions both within and outside the country is also not a little. This illustrates that there is a conducive social environment although different characters and characters across cultures is not only for the development of the achievements of the learners. In general the condition of this describes the two sides of a contradictory from the world of schooling us. On the one hand, schools can be supportive environment for the development of children and adolescents, where the development and actualisation of potential students can be optimal. But on the other side of the school can become an environment thus causing emotional problems and behavior at the learners who become students. Keywords : Cross-cultural counselling, Independence characters, Learners
TAHSINU AL-SALAH SEBAGAI MEDIA SPIRITUAL BIMBINGAN KONSELING PERSPEKTIF MULTIKULTURAL Tanzilulloh, M. Ilham
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1815

Abstract

AbstrakKeberagaman dalam lapisan masyarakat terkadang melahirkan problem sosial yang sangat kompleks hingga mengakibatkan adanya penyakit kejiwaan pada setiap individu. Hal ini tentunya memerlukan adanya pemecahan solusi. Salah satu metode yang digunakan untuk meminimalisir tingkat kerawanan penyakit jiwa yaitu dengan bimbingan konseling yang disesuaikan ajaran Islam. Konseling Islam adalah sebuah layanan bantuan bagi individu dari seorang konselor dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang berupaya untuk membantu ketidak mampuannya dalam menghadapi permasalahan. Sebagai bagian dari media spiritual konseng Islami shalat merupakan salah satu kewajiban yang diamanahkan kepada umat muslim. Di dalamnya terdapat gerakan dan bacaan yang sangat dalam maknanya. Pelaksanaan konsep shalat yang benar serta sanggup menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya  mampu menjadikan umat muslim yang muhsinin disertai dengan akhlaq mulia. Melalui penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan kepustakaan tulisan ini membahas tentang model pendidikan moral menggunakan terapi tahsinu al-salah (memperindah shalat) yang berimplikasi pada pembenahan perilaku kehidupan seseorang. Dengan tertatanya paradigma berpikir individu, solusi yang sebelumnya menjadi sebuah harapan akan hadir untuk mengatasi problem yang ada.Kata kunci: implementasi, tahsinu al-salah, bimbingan konseling, multikultural.AbstractTAHSINU AL-SALAH AS A SPIRITUAL MEDIA GUIDANCE COUNSELING MULTIKULTURAL PERSPECTIVE. Diversity in society has sometimes spawned very complex social problems that have caused several mental illnesses in individuals. This is certainly in need of resolving solutions. One method used to minimize the vulnerability of mental illnesses is counseling tailored to the teachings of Islam. Islam is a counselor-to-individual assistive consultation service; utilizing certain techniques seeking to assist a person's inability to deal with problems. As part of a spiritual medium, consent Islamic prayer is one of the duties mandated to Muslims. There are movement and recitations involved that evoke a very deep meaning. Implementation of the concept of prayer is rightly able to internalize the values contained in it, making Muslims who are here as muhsinin to be accompanied with a nobler sense of morality. This paper, through quantitative studies, literarily approaches the moral education model used in therapeutic improvement prayers (tahsinu ala al shalah) which implicates an improvement of a person's behavioral life. With a well-organized individual thinking paradigm, a solution which had previously been an expectation, will be present to address many of  the existing problems that affect people's mental health.Keywords: Implementation, tahsinu al-salah, counseling guidance, multicultural
KONSELING BUDAYA PESANTREN (STUDI DESKRIPTIF TERHADAP PELAYANAN BIMBINGAN KONSELING BAGI SANTRI BARU) Fitri Rahmawati, Rukhaini
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1359

Abstract

AbstrakSetiap lembaga pendidikan tentu mempunyai tujuan pendidikan, salah satunya yaitu mengantarkan para peserta didiknya menjadi manusia yang mampu mengembangkan kompetensi dirinya sehingga mampu menjadi individu yang mempunyai ketrampilan, daya saing dan bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Tak terkecuali pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, yang membekali para santrinya dengan berbagai ilmu dan ketrampilan disamping ilmu agama. Tulisan ini adalah hasil penelitian yang dilakukan di pondok pesantren Al-Mukmin Muhammadiyah Tembarak Temanggung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bentuk bimbingan dan konseling yang diberikan pihak pesantren terhadap santri baru pada satu tahun pertama kehidupan di pesantren. Bimbingan yang diberikan khususnya terkait dengan adaptasi santri terhadap budaya pesantren, yang meliputi, kegiatan, bahasa, peraturan, lingkungan dan sosial serta bimbingan akademik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian lapangan. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa praktik bimbingan dan konseling yang dilakukan di pondok pesantren Al-Mukmin dapat dikatakan kurang maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari pemberian konseling yang masih bersifat kastuistik dan belum bersifat preventif. Sehingga permasalahan-permasalahan yang muncul pada santri baru dari tahun ke tahun hampir serupa, sedangkan hal tersebut dapat diatasi atau diminimalisir.AbstractCULTURAL COUNSELLING PESANTREN (DESCRIPTIVE STUDY OF THE MINISTRY OF GUIDANCE COUNSELING FOR NEW STUDENTS). Each education institution of course has the purpose of education, one that drove the participants their students to people who are able to develop competencies itself so that it can be individuals who have the skill and competitiveness and useful to himself and others. Boarding school no exception as one of the Islamic education institutions that cater for his students with a variety of knowledge and skills in addition to the science of religion. This article is the result of research done in  al-Mu'min Muhammadiyah Tembarak Temanggung boarding school. This research aims to know and analyze the form of guidance and counselling given by pesantren for new students in the first year of life in boarding school. The guidance given especially related with students adaptation against the culture of boarding school, which covers, activities Bible, regulations, environmental and social as well as academic guidance. This research is a qualitative research method using field research. From the research done obtained the result that the practice of guidance and counseling is done in  al-Mu'min boarding school can say less maximum. This can be seen from the gift that is still impossible counselling and not be preventive measures. So the problems that appear on the new students from year to year almost identical, while it can be overcome or minimised. 
MEMAHAMI PERBEDAAN BUDAYA SEBAGAI SARANA KONSELING LINTAS BUDAYA Suwarni, Suwarni
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1697

Abstract

AbstrakManusia dalam ajaran agama diciptakan terdiri dari beragam suku dan bangsa yang kesemuanya itu ditujukan untuk saling mengenal budaya, adat istiadat, cara beribadah, cara bermuamalah dan sebagainya. Di Indonesia saja terdiri atas beragam suku yang mendiami pulau-pulau yang bertebaran di seluruh pelosok Indonesia. Belum lagi penduduk dunia yang dihuni milyaran manusia juga terdiri dari berbagai suku, bangsa, agama, dan bahasa. Kesemuanya memiliki cara pandang dan cara hidup yang berbeda antara satu dengan lainnya. Namun, tidak selamanya keragaman budaya, agama, dan bahasa dapat berjalan beriringan, adakalanya terjadi gesekan-gesekan kecil maupun besar yang apabila tidak diselesaikan akan menjadi masalah yang lebih besar. Maka dari itu konseling dibutuhkan sebagai solusi atas permasalahan yang timbul. Terlebih lagi yang dihadapi konselor terdiri dari manusia yang berbeda latar belakang budayanya. Karenanya, konselor lintas budaya harus memiliki karakteristik tertentu yakni, pertama: konselor lintas  budaya harus sadar terhadap nilai-nilai pribadi yang dimilikinya, kedua, konselor lintas budaya harus sadar terhadap karakteristik konseling secara umum, ketiga, konselor lintas budaya harus mengetahui pengaruh kesukuan, dan mereka harus mempunyai perhatian terhadap lingkungannya, keempat, konselor lintas budaya tidak boleh mendorong seseorang klien untuk memahami budayanya (nilai-nilai yang dimiliki konselor), dan kelima, konselor lintas budaya dalam melaksanakan konseling harus mempergunakan pendekatan eklektik. AbstractUNDERSTAND THE DIFFERENCE AS A MEANS OF CROSS-CULTURAL COUNSELING. Man in the teachings of the religion created consists of various tribes and nations all of which aimed to get to know one another culture, customs, how to serve, how to scribe and etc. In Indonesia only consists of various tribes inhabiting the islands are scattered all across Indonesia. Yet the population of the world is inhabited by billions of people also consists of various tribes, nations, religion and the Bible. All of them have perspective and a different way of life with one another. But not forever cultural diversity, religion and language can walk hand in hand, rarely happened friction-swipe was big and small that when not completed will become the bigger problem. So the counseling needed as solutions to the problems that arise. Moreover faced counselors consist of people of different cultural background. Therefore, cross-cultural counselor must have certain characteristics i.e. first: cross-cultural counselor must be aware of the personal values which possesses, second, cross-cultural counselor must be aware of the characteristics of counseling in general, third, cross-cultural counselor must be aware of the influence of ethnicity and they must have attention to their surroundings, fourth, cross-cultural counselor could not encourage one client to understand the culture (The values owned counselors), and fifth cross-cultural counselor in implementing counseling must use eclectic approach. 
MEMBENTUK KESALEHAN INDIVIDUAL DAN SOSIAL MELALUI KONSELING MULTIKULTURAL Falah, Riza Zahriyal
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1666

Abstract

Kesalehan yang dipahami oleh mayoritas umat Islam adalah kesalehan yang bersifat individual, yaitu kesalehan vertikal antara manusia dengan Tuhan, padahal Islam sebagai agama yang damai memberikan berbagai ajaran-ajaran yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial. Berbuat kebaikan tidak hanya terbatas dalam ritual ibadah antara manusia dengan Tuhan, tapi juga antara manusia dengan manusia dan juga lingkungan. Konseling sebagai sebuah aktivitas antara dua individu maupun lebih, diharapkan mempunyai peran yang signifikan dalam merubah pandangan maupun perilaku seseorang. Kesalehan yang selama ini dimaknai mono/tunggal harus dirubah lebih universal. Cara pandang yang lebih universal bisa dilakukan konselor pada konseli dengan beberapa model konseling dan didukung kemampuan profesional konselor. Model itu antara lain model berpusat pada budaya, model integratif, dan model etnomikal. Keberhasilan konselor dibuktikan dengan pemahaman dan praktik konseli yang memandang kesalehan tidak hanya berputar pada kesuksesan akhirat, tapi juga pada pengelolaan dunia sehingga manusa bisa mengembangkan kehidupan yang rahmah, berkakh, dan berkeadilan.Kata Kunci: Kesalehan, Multikultural, Konseling, Individual, Sosial AbstractFORM THE INDIVIDUAL PIETY AND SOCIAL THROUGH THE MULTICULTURAL COUNSELING. Piety that is understood by the majority of Muslims is piety that individual, namely vertical piety between man and God, whereas Islam as a religion of peace provides various teachings related to social activities. Do good is not only limited in the ritual of worship between man and God, but also between man and man and also the environment. Counseling as an activity between two individuals or more, is expected to have a significant role in changing behavior and views of a man. Piety that during this narrowly defined mono/singular should be changed more universal. More universal perspective can be done on konseli counselor with some models of counseling and supported the ability of professional counselors. The Model among others the model centerd on culture, integrative
MEMBANGUN KEBERAGAMAAN INKLUSIF MELALUI KONSELING MULTIKULTURAL Sumadi, Eko
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1358

Abstract

AbstrakTulisan ini akan membahas tentang upaya membangun sikap keberagamaan inklusif melalui konseling multikultural. Karena keragaman merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak, maka kesadaran dan pemahaman akan keragamanlah yang semestinya ditekankan. Sehingga keragaman bisa menghadirkan kerukunan dan keharmonisan bukan sebaliknya menimbulkan gesekan-gesekan yang berujung pada konflik yang berkepanjangan. Salah satu upaya dalam membangun kesadaran akan pluralitas adalah melalui proses konseling. Maka proses konseling tersebut harus dengan spirit multikultural, bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini telah mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya. Hasil dari pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1) Konseling multikultural merupakan proses konseling yang melibatkan antara konselor dan klien yang berbeda budayanya, maka seorang konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memberikan perhatian pada perbedaan individual. 2) Pemahaman dan kesadaran tentang konsep multikultural harus senantiasa menjadi spirit dalam proses konseling. 3) Sikap keberagamaan inklusif hanya akan terbentuk jika ada pemahaman dan kesadaran tentang heterogenitas. Keragaman merupakan keniscayaan, karenanya ia merupakan sunnatullah yang tidak bisa ditolak. 4) Konseling multikultural memberikan kontribusi yang besar terhadap pembentukan sikap keberagamaan yang inklusif. AbstractBUILD INCLUSIVE RELIGIOSITY THROUGH MULTICULTURAL COUNSELING. This article will discuss about the efforts to build the attitude of religiosity inclusive through the multicultural counseling. Because diversity is a reality that cannot be denied, then the awareness and understanding of the was diversity necessarily stressed. So that the diversity of the present harmony and harmony rather than cause friction- friction that culminated in the protracted conflicts. One of the efforts to build awareness of the plurality is through process counseling. Then the counseling process must be with the spirit of multicultural society that the other existing religions of this world have contained the truth and can provide the benefits and salvation for believers. The result of this discussion is as follows: 1) multicultural counseling is counseling process that involves between counselor and client that different culture, then a counselor are required to have cultural sensitivity, understand and can be appreciating diversity culture and give attention on individual differences. 2) the understanding and awareness about the concept of multicultural society should always be spirit in the process of counseling. 3) the attitude of religiosity inclusive will only be formed if there is understanding and awareness about heterogeneity. Diversity is a reality and therefore it is a divine law that cannot be rejected. 4) multicultural counseling provides a high contribution to the formation of the attitude of the inclusive religiosity.
KONSELING LINTAS BUDAYA PERSPEKTIF ABDURRAHMAN WAHID Ahmad, Ubaidillah
KONSELING RELIGI Vol 7, No 1 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i1.1667

Abstract

AbstrakDalam penelitian ini, peneliti mengkaji model konseling lintas budaya KH Abdurrahman Wahid, (Gus Dur). Alasan meneliti pandangan Gus Dur, karena Gus Dur mampu menerapkan model konseling lintas budaya secara baik. Selain itu, Gus Dur mampu menjadikan teks kewahyuan relevan dengan model pendampingan keberagamaan. Tulisan ini memaparkan model konseling lintas budaya Gus Dur yang dapat dijadikan rujukan konseling Islam dan konseling lintas budaya. Penelitian ini dapat menjadi sumbangan berharga bagi perkembangan studi konseling kegamaan di tanah air.  Abstract CROSS-CULTURAL COUNSELLING PERSPECTIVE OF ABDURRAHMAN WAHID. In this research, researchers will examine the model of cross-cultural counselling KH Abdurrahman Wahid, then called Gus Dur. Examine the reasons Gus Dur, because he was able to apply the model of cross-cultural counselling. In addition, Gus Dur is able to make the text apocryphal works relevant to the mentoring model of religiosity. This article will describe the model of cross-cultural counselling Gus Dur which can be used as a reference source of Islamic counselling and counselling cross-cultural. This can be a valuable contribution to the development of counselling studies in some Islamic universities.

Page 1 of 2 | Total Record : 20